Sejarah Agama Hindu


Agama Hindu Bali (disebut pula Agama Hindu Dharma atau Agama Tirtha ["agama Air Suci"])[1] adalah suatu praktik agama Hindu yang umumnya diamalkan oleh mayoritas suku Bali di Indonesia. Agama Hindu Bali merupakan sinkretisme (penggabungan) kepercayaan Hindu aliran Saiwa, Waisnawa, dan Brahma dengan kepercayaan asli (local genius) suku Bali.

Sejarah
Peninggalan terkuno yang dikenal di Indonesia berkaitan dengan agama Hindu adalah arca Ganesha dan Siwa yang ditemukan di pulau Panaitan dan diperkirakan dari abad pertama setelah Masehi[2]. Selain itu, ada juga tujuh buah yupa yang ditemukan di Kutai, Kalimantan Timur, dan diperkirakan dari sekitar tahun 400 Masehi.[3] Di Bali, peninggalan terkuno yang dikenal adalah arca Siwa yang ditemukan di Bedulu, Gianyar, dan diperkirakan dari abad ke-8[3] yang coraknya mirip dengan arca a Siwa yang ditemukan pada abad ke-8 di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah.


Hari Raya
Umat Hindu Bali memiliki sistem kalender sendiri yang berbeda dengan sistem penanggalan hari raya Hindu di India dan Nepal. Hari raya keagamaan bagi umat Hindu Bali umumnya dihitung berdasarkan wewaran dan pawukon, kombinasi antara Pancawara, Saptawara, dan Wuku. Namun adapula Hari raya yang menggunakan penanggalan Saka dari India.

Hari Raya berdasarkan Wewaran[sunting | sunting sumber]
Galungan — Jatuh pada: Buda, Kliwon, Dungulan
Kuningan — Jatuh pada: Saniscara, Kliwon, Kuningan
Saraswati — Jatuh pada: Saniscara, Umanis, Watugunung. Hari Ilmu Pengetahuan, pemujaan pada Sang Hyang Aji Saraswati.
Banyupinaruh — Jatuh pada: Redite, Pahing, Shinta
Pagerwesi

Hari Raya berdasarkan Kalender Saka
Siwaratri
Nyepi


Upacara
Upacara keagamaan yang dilakukan dalam Agama Hindu Dharma, berkolaborasi dengan budaya lokal. Ini menjadi kekayaan dan keunikan yang hanya ditemukan di Bali.

Manusa Yadnya

  • Otonan, adalah upacara yang dilakukan pada hari lahir, seperti perayaan hari ulang tahun, dilakukan 210 hari.
  • Upacara Potong Gigi, adalah upacara keagamaan yang wajib dilaksanakan bagi pemeluknya. Upacara ini dilakukan pada pemeluk yang telah beranjak remaja atau dewasa. Bagi wanita yang telah mengalami menstruasi, dan bagi pria yang telah memasuki akil balik.

Tujuan Dari Manusa Yadnya
Tujuan dari Manusa Yadnya atau Sarira Samskara adalah untuk menyucikan diri lahir bathin (pamari sudha raga) dan memohon keselamatan dalam upaya peningkatan kehidupan spiritual menuju kebahagian baik di dunia maupun di alam niskala.

Bagian bagian dari manusa yadnya 
  1. Megedong Gedongan
  2. Upacara Kelahiran
  3. Upacara lepas puser
  4. Upacara ngelepas hawon (12 Hari)
  5. Upacara Kambuhan (42 Hari)
  6. Upacara Tiga Bulan 
  7. Upacara Otonan (210 Hari)
  8. Upacara Tumbuh Gigi
  9. Upacara Tanggal Gigi Pertama 
  10. Upacara Menek deha 
  11. Upacara Potong gigi
  12. Upacara Perkawinan 

Pitra Yadnya

  • Upacara Ngaben, adalah prosesi upacara pembakaran jenazah, Sebagaimana dalam konsep Hindu mengenai pembakaran jenazah, upacara ini sebagai upaya untuk mempercepat pengembalian unsur-unsur/zat pembentuk dari raga/wadag/badan kasar manusia.Ada empat lontar utama yang memberi petunjuk tentang adanya upacara Pitra yadnya, yaitu Yama Purwa Tatwa (mengenai sesajen yang digunakan), Yama Purana Tatwa (mengenai filsafat pembebasan atau pencarian atma dan hari baik-buruk melaksanakan upacara), Yama Purwana Tatwa (mengenai susunan acara dan bentuk rerajahan kajang), dan Yama Tatwa (mengenai bentuk-bentuk bangunan atau sarana upacara).



1 komentar:

  1. Berbagi info, bagi pura yang belum punya aplikasi, ini ada pembuatan aplikasi sederhana berbasis blog secara GRATIS. Info lengkapnya bisa dilihat di:

    www.tiny.cc/appsgratisdong

    Bantu share ke teman, siapa tau mereka butuh. Terima kasih...

    BalasHapus